Kuale Padang Guci tahun 1938
Ayar Kinal / Kuale Kinal 1938
Kini Nama ”Bintuhan” Merupakan ibukota Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu.
Dulu Bintuhan Ibukota Kecamatan Kaur Selatan,Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu.
KONON Dahulu kala cerita nya : BINTUHAN berasal Kata Bin”tuan yang mana
dahulu Masyarakatnya / warga nya banyak terserang wabah penyakit BINTUK
(kini Pilek),penyakit ini mewabah hampir keseluruh Kewedanaan
Kaur(zaman Belanda)sehingga masyarakat menyebutnya penyakit
BINTUK..karena semua masyarakat merata banyak terkena penyakit ini dan
disebut= Bintu'an.
Tapi
Asal Penyakit ini DULU disebabkan oleh Virus Atau Bakteri apa
Masyarakat tidak / belum mengetahui,(Kini Depkes sudah tahu
Penyebabnya).
Karena Perkembangan zaman akhirnya orang daerah lain datang/bekunjung
dan di tanya mau kemana? Mereka menjawab mau ke daerah ini dan menyebut
: ke BINTUAN...lama kelamaan karena Ejaan Yang Disempurnakan (Bahasa
Indonesia) dan memperhalus bahasa di ganti lah Nama daerah ini dengan
Nama BINTUHAN.
Kisah Ini Saya dapat Cerita dari tokoh Masyarakat Bintuhan (Waktu itu
Kecamatan Kaur selatan) dan kisah ini hanya sepengetahuan saya karena
saya di lahirkan di Bintuhan Tahun 1971, jika ada Tambo atau Kisah
Sebenarnya saya Penulis (THABRANI SAKILA dalam group FB BINTUHAN INDONESIA) belum
mengetahui,oleh sebab ini kita perlu melihat data dan mengumpulkan
Informasi sebagai bahan sejarah nama Bintuhan yang ada untuk Kita
Ketauhi bersama di Kabupaten Kaur.
Adapun seingat kami penulis sekitar tahun 80an kira-kira Cuma ada tiga
Kecamatan : Kecamatan Kaur Utara di padang Guci. Kecamatan Kaur Tengah
di Tanjung Iman, Kecamatan Kaur Selatan di BINTUHAN.
Nama Bintuhan Ini Cukup Unik kalau kita Cermati dan Kaji secara logika
keagaamaan Islam bermakna BIN artinya ANAK,sedangkan TUHAN=ALLAH (TUHAN
YANG ESA) Pencipta seisi Langit dan Bumi.
Jadi Arti Keseluruhan Bintuhan secara Logika = AnakTuhan.
Jangan diartikan Masyarakat / Warga Bintuhan sebagai Anak Tuhan Salah
Besar Tuhan Tidak Beranak dan Tidak Diperanakan,(Tuhan Maha Esa).
Jl.Merdeka Bintuhan /Lapangan Merdeka Okt 2010
Jembatan Muara tetap Bintuhan Th 1915
Jl.Merdeka Bintuhan /Lapangan Merdeka Okt 2010
Tapi Kalau Warganya / Masyarakat nya kini Sudah Bercampur Baur dari
Berbagai Suku dan Ras dan sudah menjadi masyarakat yang Moderen karena
sebagai Pusat Ibukota Kabupaten Kaur.
Nah..Mudah-mudahan Warganya / Masyarakat nya sesuai dengan namanya
tetap berkeyakinan menjalankan Agama Islam sesuai dengan ajaranya dan
tidak melupakan Kultur sejarah kebudayaan walaupun Zaman semakin
Moderenisasi yang mengglobalisasi.amin....
Sekali lagi kita sama berharap mudah-mudahan BINTUHAN sebagai Ibukota
Kabupaten Kaur tetap Berbenah Diri Membangun disegala sektor sehingga
sejajar dengan Ibukota Kabupaten yang lain yang ada di Indonesia.
Penduduk Kaur terbentuk dari orang-orang yang berasal dari dataran
tinggi Perbukitan Barisan, yaitu orang Rejang dan orang Pasemah
(Palembang), orang Lampung, dan orang Minangkabau. Minangkabau yang
masuk melalui Indrapura masuk sampai ke daerah Kaur (Bengkulu). Di sini
mereka bercampur dengan kelompok lain yang berasal dari Palembang,
sehingga membentuk suatu identitas baru, yaitu orang Kaur.
Misalnya, di Marga Muara Nasal (Kaur) sebagian penduduknya berasal dari
Minangkabau. Menurut cerita rakyat, daerah pesisir pantai ini mulanya
dihuni oleh suku Buai Harung (Waij Harung) dari landschap Haji
(Karesidenan Palembang). Sejak sekitar abad ke-18, mereka mendirikan
kolonisasi pertama di muara sungai Sambat yang selanjutnya berkembang
sampai ke Muara Nasal. Akan tetapi, pada saat daerah itu diambil alih
oleh orang-orang dari Pagaruyung yang masuk melalui Indrapura, sebagian
dari mereka terdesak ke Lampung. Mereka bercampur dengan penduduk
setempat sehingga dikenal sebagai orang Abung. Sebagian lain suku Buai
Harung bercampur dengan orang Minangkabau dan menjadi orang Kaur.
Penduduk yang bermukim di Kaur juga merupakan percampuran antara orang
dari sekitar Bengkulu dengan orang Pasemah. Misalnya, di dusun Muara
Kinal (Marga Semidang), keberadaan penduduk dimulai dengan berdirinya
pemukiman orang-orang dari sekitar Bengkulu (onderafdeeling Bengkulu).
Pemukiman ini bergabung dengan pemukiman orang Gumai yang berasal dari
Pasemah Lebar dan menjadi satu marga, yaitu marga Semidang
Gumai.Pergerakan penduduk dari daerah sekitar menuju Bengkulu terus
terjadi sampai sekitar abad ke-19, yaitu percampuran orang Pasemah dan
orang Kaur yang dimulai dari kedatangan orang Pasemah yang mendirikan
pemukiman di hulu sungai Air Tetap (Marga Ulu Tetap). Selanjutnya,
mereka bergabung dengan orang Kaur yang bermukim di Marga Muara Tetap,
dan gabungan dua marga ini menjadi Marga Tetap.
Di Kaur terdapat juga orang-orang dari daerah Semendo Darat dari
Dataran Tinggi Palembang (Marga-marga Sindang Danau, Sungai Aro, dan
Muara Sabung). Mereka bertempat tinggal di Muara Nasal, sekitar 15 km
ke arah mudik dari Sungai Nasal, dan bernama Marga Ulu Nasal. Penduduk
Marga Ulu Nasal terbentuk dari campuran orang-orang dari daerah Semendo
Darat dan Mekakau (Palembang). Kemudian di daerah Manna terdapat orang
Serawai, yang menurut legenda berasal dari Pasemah Lebar (Pagar Alam).
Mereka berpindah dan bermukim di dusun Hulu Alas, Hulu Manna, Padang
Guci, dan Ulu Kinal (daerah Manna). Daerah pantai Lais mendapatkan
tambahan penduduk yang berasal dari Minangkabau. Kedatangan mereka
diperkirakan berkaitan dengan kedatangan pangeran dari Minangkabau ke
daerah orang Rejang dan mereka menjadi cikal bakal Kerajaan Sungai
Lemau. Selain itu, di daerah pantai juga terdapat orang Melayu, mereka
memiliki daerah pemukiman sendiri yang disebut dengan ‘pasar’ dan
dipimpin oleh seorang datuk.
Di daerah pesisir orang Melayu juga bercampur dengan orang Rejang
sehingga pemukiman-pemukiman orang Melayu ini masuk dalam pemerintahan
marga. Meskipun demikian, dusun-dusun tersebut tetap dengan sebutannya
‘pasar’, seperti pasar Seblat, pasar Kerkap dan di pimpin oleh seorang
datuk, tetapi dusun-dusun tersebut adalah bagian dari pemerintahan
marga. Orang Rejang, orang Pasemah, orang Minangkabau, dan orang
Lampung selanjutnya terikat dalam satu kesatuan wilayah, yaitu
Keresidenan Bengkulu. Mereka tersebar di daerah-daerah Bengkulu sebagai
berikut:
-
Kelompok orang Rejang sebagian besar bermukim di daerah Rejang dan
Lebong, dan sebagian lain berada di pesisir pantai bagian sebelah Barat
dari Bukit Barisan, Lembak Beliti di Selatan, Seblat dan sampai ke
Sungai Ipuh di sebelah Utara.
- Kelompok Orang Pasemah atau Midden Maleiers yang dapat dibedakan menjadi:
- Orang Pasemah bermukim
di bagian hulu sungai Manna, Air Kinal, dan Air Tello, dan di daerah
aliran sungai Kedurang, dan sungai Padang Guci.
- Orang Serawai berada di daerah Manna, Bengkulu-Seluma, dan Rejang.
- Orang Semendo berada di daerah muara sungai Sungai Luas (Kaur)
- Orang Mekakau bermukim di hulu Air Nasal (Kaur) dan di marga Way Tenong (Krui).
- Orang Kaur bertempat tinggal di pesisir pantai daerah Kaur
- Orang Lampung bertempat tinggal di marga Way Tenong, sebagian besar daerah Krui, dan di aliran sungai Nasal (Kaur).
- Orang Minangkabau, terutama berada di daerah Muko-Muko.